Jakarta – Papuapatrolie-news.com, Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa, SH, mengkritik kebijakan pemerintah pusat terkait pemangkasan dana Otonomi Khusus (Otsus), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR RI, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), serta lima gubernur dari wilayah Papua. Rapat yang berlangsung di ruang sidang utama Komisi II DPR RI pada Kamis (13/3/2025) itu membahas berbagai isu strategis, termasuk pembangunan dan alokasi dana bagi daerah otonomi baru (DOB).
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Meki Nawipa menyoroti dampak pemangkasan anggaran terhadap pembangunan di Papua. Menurutnya, kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat Otonomi Khusus yang seharusnya memberikan keleluasaan bagi Papua dalam mengelola pembangunan.
“Undang-Undang Otonomi Khusus itu berdiri sendiri. Jika ada pemangkasan DAU, yang terjadi adalah dana Otsus juga ikut dipangkas. Sementara di daerah, kami harus menjalankan berbagai program pembangunan. Pemerintah pusat mengatakan bahwa Papua sudah diberikan Otsus, silakan jalan. Namun, yang terjadi justru dana Otsus, DAU, dan DAK semuanya dipangkas,” tegasnya.
Meki Nawipa juga menekankan bahwa pemangkasan dana tersebut berdampak pada terhambatnya pembangunan, termasuk pembangunan infrastruktur pemerintahan di Papua Tengah.
“Dalam dua atau tiga tahun terakhir, kantor pemerintahan saja tidak bisa dibangun. Lantas, apa arti Otonomi Khusus bagi kami rakyat Papua? Jika Otsus diberikan, maka seharusnya diberikan secara penuh. Kita ini daerah spesial, sama seperti Aceh,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia membandingkan kondisi pembangunan di Aceh dengan Papua, menyoroti perbedaan perlakuan yang diterima oleh kedua daerah tersebut.
“Saya rasa miris. Gubernur Aceh dilantik di Aceh, sedangkan Gubernur Papua dilantik di Jakarta. Jika pelantikan saja berbeda, apalagi yang lain? Saya pernah menjadi pilot selama 15 tahun dan sering terbang di Aceh. Saya tahu bahwa daerah-daerah di Aceh tidak menghadapi tantangan transportasi seperti di Papua. Di Papua, hampir semua transportasi menggunakan pesawat dan helikopter dengan risiko yang sangat besar,” ungkapnya.
Gubernur Papua Tengah berharap bahwa rapat ini menjadi momentum untuk perubahan kebijakan yang lebih baik bagi Papua.
“Ini adalah tanggung jawab Komisi II DPR RI dan kita semua. Dari ruangan ini, daerah otonomi baru terbentuk, dan dari ruangan ini pula rakyat Papua harus dibantu. Saya berharap pertemuan kali ini bukan sekadar evaluasi, tetapi menjadi batu loncatan. Ini harus menjadi milestone untuk memulai langkah baru, melupakan yang lama, dan membangun pondasi agar ke depan lebih baik daripada hari ini,” pungkasnya.
Rapat kerja ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi II DPR RI, serta lima gubernur dari wilayah Papua, yakni Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Diskusi dalam pertemuan tersebut menitikberatkan pada strategi peningkatan alokasi dana dan dukungan pembangunan bagi wilayah Papua, khususnya bagi DOB yang masih menghadapi berbagai tantangan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. (Red)