Likupang, Minahasa Utara — Papuapatrolie-news.com, Aksi penolakan terhadap operasi tambang PT Meares Soputan Mining (PT MSM) di wilayah Likupang, Minahasa Utara, terus meluas. Gelombang unjuk rasa yang awalnya sporadis kini berlangsung hampir setiap hari, melibatkan petani, nelayan, hingga ibu-ibu rumah tangga yang turun ke jalan menuntut keadilan.
Pantauan media menunjukkan adanya kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum berseragam yang disebut-sebut merupakan suruhan pihak perusahaan. Hal ini diperkuat oleh kesaksian warga, seperti disampaikan Dintje Bulele, warga Desa Likupang Satu, Kecamatan Likupang Timur.
Salah satu aktivis masyarakat, Rocky Bukahari, menyampaikan kekecewaannya terhadap manajemen PT MSM yang dinilai tidak serius menangani permasalahan yang terjadi. “Berkali-kali kami diundang untuk negosiasi, tapi yang kami dengar hanya janji-janji. Tidak ada realisasi,” tegas Rocky. Bahkan, ia mengaku beberapa kali mengalami bujukan dan intimidasi. Bukti-bukti kekerasan oleh pihak sekuriti perusahaan pun telah ia unggah melalui media sosial.
Melalui siaran pers, warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Daerah Aliran Sungai Korban Tambang (FORDAS KT) Likupang menegaskan rencana aksi besar-besaran yang akan dilakukan pada 25 hingga 26 Maret 2025. “Semua pintu masuk ke area perusahaan akan kami tutup. Kami sudah mengantongi izin aksi dari Polda Sulawesi Utara,” ujar Koordinator Aksi, Romi Wangka.
Diperkirakan, aksi unjuk rasa ini akan melibatkan sekitar 500 orang, belum termasuk warga yang terus menyatakan dukungan. Selain individu, aksi juga akan diikuti oleh Kelompok Tani Pinosok, Kelompok Tani Marawuwung, Kelompok Masyarakat Pengawas Tanjung Asa, Kelompok Nelayan Kampung Ambong, Asosiasi Nelayan Tradisional (ANTRA) Sulawesi Utara, serta berbagai kelompok masyarakat lainnya dari Winuri, Maen, Resetlemen, Araren, Tinerungan, Pinasungkulan, hingga Ormas Adat.
Tonny Rondonuwu, seorang penggiat media rakyat dan anggota ANTRA Sulawesi Utara, menyebutkan bahwa jika pemerintah daerah dan PT MSM tidak segera merespons, gerakan ini akan semakin membesar. “Ada kejanggalan terkait izin lingkungan, AMDAL, CSR, pembebasan lahan, dan izin pinjam pakai kawasan hutan. Kerusakan Sungai Marawuwung, pesisir, dan terumbu karang Selat Likupang adalah fakta yang nyata. Tapi negara seperti tidak hadir untuk rakyatnya,” tegas Tonny.
Ia juga menyayangkan sikap para pejabat daerah, mulai dari anggota DPRD, Bupati hingga Gubernur, yang dinilai tidak peduli meskipun isu ini sudah viral. “Jika ini terus dibiarkan, potensi bentrokan antarwarga tidak dapat dihindari,” katanya dengan nada prihatin.
Sementara itu, Camat Likupang Timur, Delby Wahiu SE, saat dimintai keterangan terkait kondisi Sungai Marawuwung yang dipenuhi material lumpur, menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk dengan Camat Likupang Selatan, dan tinggal menunggu tindak lanjut.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen PT MSM belum memberikan klarifikasi dan terkesan menghindar dari upaya konfirmasi. (Meybi J.N)