BPK Perlu Hitung Kembali Kerugian Negara Rp300 T dalam Kasus Timah untuk Redam Kontroversi

Jakarta – Papuapatrolie-news.com, Putusan terhadap terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah PT Timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Bangka tahun 2015-2022 memunculkan polemik baru di masyarakat. Vonis 6,5 tahun penjara terhadap terdakwa Harvey Moeis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menuai kritik keras, termasuk dari Presiden RI, Prabowo Subianto, yang menilai hukuman tersebut terlalu ringan mengingat kerugian negara yang disebut mencapai Rp300 triliun. Presiden bahkan menyarankan vonis 50 tahun penjara bagi terdakwa.

Pernyataan Presiden ini memicu diskusi dan kontroversi di berbagai kalangan, termasuk para ahli hukum. Dalam analisisnya, Ir. Soegiharto Santoso, SH, menggarisbawahi pentingnya membedakan antara

“kerugian negara” dan “kerugian keuangan negara” dalam kasus ini. Menurutnya, nomenklatur ini memiliki dasar hukum berbeda dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 32 UU Tipikor.

Dalam konferensi pers di Mahkamah Agung, Juru Bicara MA, Dr. Yanto, menjelaskan bahwa kerugian keuangan negara harus dihitung berdasarkan temuan instansi berwenang, seperti BPK atau akuntan publik. Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebelumnya menyebutkan nilai kerugian awal sebesar Rp271 triliun, yang kemudian meningkat menjadi Rp300 triliun berdasarkan audit BPKP.

Namun, angka fantastis ini dipertanyakan banyak pihak, termasuk ahli hukum pidana Prof. Romli Atmasasmita dan akademisi IPB Prof. Sudarsono Soedomo.

Romli menyoroti lemahnya pembuktian dalam perhitungan kerugian, sedangkan Sudarsono menilai angka tersebut lebih mencerminkan potensi kerugian daripada kerugian riil. Ia juga mengkritik Kejaksaan Agung yang dianggap tidak memiliki kompetensi untuk mengevaluasi kerugian lingkungan, salah satu komponen terbesar dalam perhitungan tersebut.

Melihat kompleksitas dan kontroversi kasus ini, Soegiharto mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengambil langkah proaktif dalam menghitung kembali kerugian negara secara akurat.

Ia menilai bahwa putusan Majelis Hakim yang dianggap ringan disebabkan oleh kurangnya kepastian hukum atas nilai kerugian negara yang digunakan sebagai dasar tuntutan hukum.

Jika BPK RI dapat menghasilkan perhitungan yang jelas dan kredibel, proses penegakan hukum akan lebih transparan, dan perdebatan publik dapat diredam.

Penulis menekankan pentingnya memastikan keadilan dalam putusan kasus ini, sehingga tidak terjadi disparitas hukuman yang mencederai rasa keadilan masyarakat.

Penulis: Ir. Soegiharto Santoso, SH
Wakil Ketua Umum DPP SPRI, Pemimpin Redaksi Media Biskom & Guetilang, Wakil Ketua Kompetisi Jurnalis Kebangsaan Mahasiswa.

banner 400x130

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *